"A sense of disappointment and resentment that documented by memories, emotions, body and flowing blood, the pain visual as an escape and release for tired looking for a solution to try to reconcile and understand reality. We are the generation that had grown in the middle of the stench of spilled blood and dead bodies rotting by the arrogance of absolute truth and the existence of excessive fanaticism. Love and affection so great, it's also taught us how to hate and kill."

Senin, 31 Mei 2010

in search of the meaning of tragedy

Ini lah aku...
Seorang yang terus menatap ke depan dengan pandangan kosong dan tidak berharap atas apa yang sudah dikerjakan. Apa pun itu, aku terima dengan busungan dada seraya menantang maju. Tanpa rasa takut aku terus melangkah setapak demi setapak dalam kehidupanku, tanpa rasa-ragu aku menyingkirkan musuh-musuh yang menghalangi langkahku, tanpa menyerah aku terus bangkit untuk maju dan melawan.

Dalam heningku aku berpikir...apa yang akan terjadi kelak, dan pikiran itu pun tiba-tiba menghilang. Ah, aku sudah tidak berharap apa-apa lagi, harapan itu sudah sirna seiring dengan berjalannya waktu seperti kata Albert Camus dalam Mite Sisifus.

Dan sekarang aku hanya mengerjakan apa yang harus aku kerjakan, dan tetap terus belajar sesuatu untuk aku amalkan kepada orang lain, tanpa berharap apa-apa...

Kamis, 22 April 2010

Anak Tunawisma dan Keluarga Kucing

Siang itu, aku akan beranjak untuk pergi ke pet shop membeli makanan kucing kesayanganku. Tiba-tibu ibu pulang dari kantor dan ingin membeli beberapa kue untuk acara keluarga di toko kue depan rumah. Sembari menyiapkan motor kesayanganku, tatapanku tertuju pada beberapa ekor kucing berbulu bagus. Ada 3 ekor kucing; 2 anak dan 1 induknya. Mereka terlihat sangat bahagia sekali. Si anak kucing bermain dan berlarian di depan toko kue itu.
Tak jauh dari tempat itu ada keluarga tunawisma yang sedang meminta sedekah kepada pemilik warteg depan rumahku.

Karena aku tergesa-gesa, lalu aku menghampiri ibu yang masih di dalam toko kue untuk berpamitan dan memberikan kunci rumah. Aku berkata kepada ibu, "Mam, kucingnya bagus ya...". Ibu menjawab, "Iya, bagus warnanya...bersih lagi."
Keluarga kami adalah keluarga pecinta kucing, tetapi kami hanya mempunyai satu ekor kucing silangan Jawa - Persia betina bernama "Mimin".

Tak jauh dari kucing-kucing tersebut, salah satu dari anak gelandangan itu mendekat sembari membawa kantong plstik berwarna ungu. Lalu ibu bertnya kepada anak tersebut, "Kucing kamu ya?", anak tadi menjawab, "Iya..." jawab anak itu. Setelah aku beranjak dari hadapan ibuku, ternyata sang pemilik toko roti menghampiri ibuku dan berkata, "Dulu keluarga itu (keluarga tubawisma) itu tinggal di rumah kosong sebelah toko bu. Kaos yang dipakai anak itu juga saya yang memberi, dulunya bersih, tapi sekarang jadi lusuh seperti itu." kata sang pemilik toko roti.
Ibu hanya mengangguk saja. Sang pemili k toko melanjutkan ceritanya, "Kucing itu punya mereka, kemana-mana selalu dibawa...kadang-kadang dibawa dengan dimasukan ke dalam kantong plastik yang dibawa anaknya itu. Yang membuat saya iba, bila waktu makan tiba ibu keluarga tunawisma itu membeli nasi seadanya untuk kedua anaknya tersebut, dan mambagi lagi dengan keluargakucing yang ikut bersama mereka."
Ibu mengelengkan kepala dan berdecak sembari memnyebut masya Allah.

Keluarga tunawisma yang susah dalam mencari makan untuk anak-anaknya masih mau mambagi makanan dengan binatang yang hidup bersama mereka. Alangkah besar kasih sayang keluarga tunawisma tersebut. Manusia yang mau berbagi kasih sayang kepada sesama ciptaan Allah, maka ia juga akan di kasihi Allah. Masya Allah...semoga Allah melapangkan jalan mereka...amien..amien..amien...

Selasa, 30 Maret 2010

Eksistensialisme


Seperti yang telah dikatakan Sartre, bahwa kata eksistensialisme sangat sulit dimengerti maknanya. Dewasa ini, banyak orang yang menggunakan kata eksistensialisme dalam berbagai bidang dengan sangat luas, sehingga kata ini tidak lagi mempunyai makna apa pun lagi (2002: 22). Menurut Bartens (1987: 11), istilah "eksistensialisme" dalam arti seperti dalam filsafat masa kini berasala dari Kierkegaard. Yang bereksistensi dalam arti istimewa adalah individu yang tampil ke muka dalam kepedihan dan kesepian, dalam keraguan dan keagungan, dan khususnya dalam kesengsaraan. Arti kata eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin "ex" yang berarti keluar dan "sistere" yang berarti diri sendiri. Sudarsono mengungkapkan bahwa eksistensi secara lengkap memiliki makna bahwa manusia berdiri sebagai dirinya dengan keluar dari dirinya sendiri. Maksudnya ialah, manusia sadar bahwa dirinya ada. Dalam pemikiran ini jelas bahwa manusia dapat memastikan diri bahwa dirinya ada (1993: 344 ).

Eksistensialisme telah merangkum berbagai filsafat yang berbeda dengan sedikit ciri yang umum dan tema-temanya yang tersebar luas, maka definisi eksistensialisme itu sendiri ialah gerakan filsafat yang terdiri dari berbagai filsafat yang tertumpu pada landasan yang sama yakni fenomenologi dan yang memiliki objek penelitian yang sama, yaitu keberadaan sebagai suatu corak "ada" manusia yang khas.Fokusnya ada;ah manusia dan kesadaran subjektifnya atas dirinya sendiri sebagi "ada-dalam-dunia" (Misiak, 1998: 117-118).


Referensi: Bartens, Kees. 1997. Fenomenologi Eksistensial. Jakarta: PT. Gramedia
Misiak, Henryk dan Virginia Staudt Sexton. Alih bahasa oleh E. Koeswara. 2005. Psikologi Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Humanistik. Bandung: PT. Refika Aditama
Sudarsono. 1993. Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Rieneka Cipta

Mengenal H&K PSG-1 Sniper Rifle


PSG-1 sistem penembak jitu (PrazisionsSchutzenGewehr, atau "Presisi Tinggi Senapan Penembak Jitu" dalam bahasa Indonesia) telah dikembangkan oleh perusahaan Jerman, Heckler - Koch pada pertengahan 1980-an sebagai polisi akhir dan kontra-teror senjata. Beberapa kelompok penegak hukum elit di Jerman seperti GSG atau KSK-9, berpartisipasi dalam pembangunan ini, dan sejak diperkenalkan PSG-1 yang telah diadopsi oleh berbagai kepolisian di Eropa dan Amerika. Sniper rifle ini terlalu berat untuk penggunaan militer, jadi tidak pernah digunakan oleh kelompok militermiliter. H&K telah mengembangkan dua senjata Sniper Rifle, yaitu yang pertama adalah G3-sg1, sebuah accurized dan ruang lingkup versi pas G3 dasar senapan otomatis untuk Angkatan Darat Jerman. Dan di pertengahan 1980-an HK juga mengembangkan turunan dari PSG-1, disebut MSG-90, untuk ekspor penjualan militer. PSG-1 yang masih ditawarkan oleh HK, dan merupakan salah satu yang paling mahal buatan pabrik senapan sniper di pasar, memukul harga $ 10,000 dalam paket dasar.

Secara teknis, PSG-1 tidak lebih dari senapan G3 banyak dimodifikasi, juga memiliki fitur yang sama yaitu relayed roller blowback action, berasal dari CETME dan baja dicap yang sama penerima dengan unit memicu dilepas terpisah. Barel berat justru dibuat oleh proses menempa palu dingin dengan polygonal rifling untuk meningkatkan akurasi dan hidup lebih lama. Khusus unit memicu fitur semi-otomatis hanya kelompok palu dan memicu disesuaikan dengan memicu tarikan sekitar 1,5 kg (3 lbs). Berbentuk pistol yang ergonomis fitur genggaman telapak tangan yang dapat diatur berhenti. Buttstock plastik juga disesuaikan untuk ketinggian dan untuk tarik panjang. Non-ciri khas dari PSG-1 adalah "perangkat menutup baut diam", benar-benar mirip dengan maju membantu, ditemukan pada senapan M16. Hal ini tampaknya untuk digunakan dalam situasi di mana keheningan yang lengkap harus dipertahankan sampai tembakan itu ditembakkan. Yang merancang tidak lebih bahwa sebuah tombol tekan, yang terletak tepat di belakang pengusiran pelabuhan, dan terhubung dengan baut pembawa oleh ratchet-seperti perangkat. Senapan diberi makan menggunakan standar 20-peluru G3 majalah atau khusus 5-putaran majalah. Ada terbuka (besi) pemandangan di PSG-1. Sebaliknya, dipasang dengan kekuatan Hendsoldt teleskop 6X42 tetap terlihat dengan diterangi reticle. Lingkup telah built-in rentang penaksir yang bekerja di kisaran 100-60 meter, jadi 600 meter dianggap efektif maksimum jangkauan. Paling anehnya, yang PSG-1 tidak integral bipod. Sebaliknya, sering digunakan dengan istirahat terpisah, dipasang pada tripod yang ringkas.

Caliber: 7.62 x 51mm NATO (.308 Win)
Action: Semi-automatic, roller-delayed blowback
Barrel: 650 mm
Overall length: 1208 mm
Weight: 8.10 kg with scope and no magazine
Magazine: 5 or 20 round detachable box
Scope: Hendsoldt 6x42, 6 settings from 100 to 600 meters
Expected accuracy: Sub-1MOA with match grade ammunition

Senin, 29 Maret 2010

Absurditas dalam Sudut Pandang Albert Camus


Menurut Camus, dalam bukunya yang berjudul "Mite Sisifus: Pergulatan dengan Absurditas", absurditas adalah sebuah pemberontakan. Manusia absurd adalah manusia yang mengerti arti dari absurditas itu sendiri. Inilah pemberontakan yang dilakukan oleh manusia; manusia dalam pemberontakan tertarik pada realits, karena ia tidak dapat memahaminya. Ia jauh dari sikap mengalah, jauh dari sikap melarikan diri. Ia berdiri menantang, berjuang tanpa harapan. Ia tahu ia akan mati, tetapi ia akan tetap melawan, ia ingin hidup dan tidak mau menyerah. Pemberontakan itu meberikan nilai kepada kehidupan. Membalikan kebebasan pada eksistensi manusia.

Konsep Pemberontakan manusia dari Camus ini mengantarkan pada konsep baru tentang kebebasan. Karena manusia menyadari tentang absurditas sedangkan tidak ada ukuran nilai, tidak ada keputusan terbaik yang harus dibuat. Hidup terbaik tidak selalu bermakna, tetapi hidup saat ini dan disinilah yang lebih bermakna (teori Carpe Diem). Karena tidak ada nilai, maka manusia pun merasa bersalah atas perbuatannya itu. Tidak ada keharusan untuk menjelaskan perbuatan pada orang lain karena setiap orang mempunyai tujuan hidupnya masing-masing.

Yang menarik dari penggambaran pemberontakan tentang absurditas ini adalah mengenai pemberontakan, kebebasan, kesadaran, dan perasaan tidak bersalah. Hal ini disebabkan karena manusia menyadari bahwa dunia ini irasional. Sedangkan pada sisi lain ia menginginkan kebebsan universal. Kesadaran ini lah yang mengantarkan kepada pemahaman tentang absurditas, sehingga manusia tidak mempercayai apa pun lagi selain kenyataan disini dan sekarang. Ia adalah manusia hari ini. Manusia seperti ini tahu bahwa kehidupannya bukanlah persoalan bagaimana menjelaskan dan menyelesaikannya, tetapi memahami dan menggambarkannya.

Semarang, 29 Maret 2010 Ba'da Subuh


Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya, hanya duduk di depan komputer dan menulis beberapa gagasan baru tentang kehidupan.

Saat aku berjalan dari rumah untuk menghirup segar di sekitar tempat tinggalku, aku melintasi sebuah bangunan yang dikenal sebagai panti asuhan. Masya Allah, betapa beruntungnya aku...
AKu tinggal bersama kedua orang tuaku, fasilitas terpenuhi, dan aku juga merasakan kasih sayang dari kedua orang tuaku. Tapi ada satu yang membuatku gelisah tentang hidupku ini, PEKERJAAN...Yah, itulah momok menakutkan yang sedang aku hadapi sekarang. Aku melihat teman-temanku...mereka sudah mendapatkan pekerjaan, ada yang bekerja di bank, sebagai PNS Pusat, bekerja di perusahaan consumer goods dan banyak yang lainnya. Sedangkan aku hanya bisa menulis di blog dan berharap dapat menggunakan ilmuku yang aku dapat saat di bangku kuliah dulu...

Apakah ini sebuah rangkaian cobaan yang Allah berikan padaku? Hanya faktor waktu saja, semuanya akan indah pada saatnya nanti...
Well, hari ini siap untuk beraktivits seperti hari-hari sebelumnya...menikmati hidupku ini secara tidak berlebihan. Hidup ini buakanlah sesuatu yang absurd, seperti kehidupan Jerry dalam drama absurd "The Zoo Story".
Have a nice day, I'm out...